Friday, April 29, 2011

Ombak dan Rumah...

"Kalau takut dilambung ombak, jangan berumah di tepi pantai"


Pernah dengar ungkapan di atas? Pernahkah pula mendengar ungkapan tersebut dalam versi pasif? Iaitu dengan menukar subjek dan predikatnya. Macam mana bunyinya ya?

"Kalau berumah di tepi pantai, jangan takut dilambung ombak"

Kalau sekali imbas pada gambar, seakan-akan saya ingin bercerita tentang Tsunami di Jepun. Namun sayang, tidak sama sekali. Tapi, mungkin ada kena-mengena.

Agak-agak pernah dengar? Ya, inilah ungkapan yang selalu sahabat-sahabat saya sebut satu ketika dahulu. Mereka tersasul? Tidak.... Mereka berjenaka? Tidak.... Tapi memang ada maksud, maksud yang lebih mendalam daripada ungkapan sebenar.

Kalau kita fikir-fikirkan, kenapa bandar Venice tidak dipindahkan ke tempat yang paras airnya lebih rendah? Kenapa Jepun, Singapura bahkan Johor Bahru membina bandarnya di tepi-tepi pantai? Adakah mereka tak takut ombak?

Apa maksud kepada ungkapan sebenar? Berdasarkan ilmu cetek saya, ianya bermaksud jangan ambil risiko. Kalau ada yang lebih baik, pilih yang itu. Persoalannya, tiada pilihan lainkah untuk Johor membina ibu negerinya selain menambak Selat Tebrau dan Selat Melaka?

Kita tinggalkan persoalan itu seketika. Persoalan seterusnya, kalau sudah berada di hadapan risiko, apa pendirian kita? 

Kadang-kadang hidup bukan berkaitan dengan pilihan semata-mata. Ada perkara-perkara yang kita tak boleh memilih sangat. Justeru, risiko dan masalah pasti akan melanda hidup kita, percayalah, ianya PASTI. Cuma bagaimana kita menghadapi dan menanganinya.

Dan inilah yang dimaksudkan dengan ungkapan di atas dalam versi pasif. Kalau telah berhadapan dengan risiko dan masalah, jangan takut, lawan.... (seperti kata Raja kepada Nujum Pak Belalang ketika bertarung teka-teki dengan Baginda Masai)...

Khas saya tujukan kepada mereka yang berintima' dengan perjuangan Islam, yang berbai'ah dengan jemaah. Cabaran, halangan, cubaan, dugaan pasti dan pasti akan menimpa kalian. Kekadang dalam bentuk kesusahan, kepayahan, kekalahan, kepenatan, kekesalan, kebencian... dan kadang kala dalam bentuk kesenangan, kemewahan, kehormatan, kebahagiaan, keindahan...... Dan tatkala cubaan-cubaan ini hadir, bangkit dan sedarlah anda sedang diuji-Nya. Kuat, tabah dan terus lawan. InsyaAllah, Allah bersama kalian.

Sedarlah, kalian memang sudah pun memilih berumah di tepi pantai. Justeru, jangan takut dilambung ombak! Kerana ombak itulah yang akan menghanyutkan kalian ke syurga, InsyaAllah......


Eman Iman

Saturday, March 26, 2011

Kotor ke POLITIK?

"politic is dirt"..... tegas dan kemas tertulis dalam "pandangan politik" di facebook seorang rakan. Seorang adik usrah ini pula mengemukakan "ada sesetengah pihak menganggap politik itu kotor"....



Kotor sangatkah politik? Benarkah kotor? Di mana kotornya? 
Lalu saya mengimbau bagaimana bermulanya politik. 

Hubungan agama dengan politik terus menjadi perbincangan yang tak bosan dibahas. Ada yang menyatakan bahwa dakwah Rasulullah saw. hanyalah merupakan gerakan keagamaan yang bersifat ritual, spiritual dan moral belaka. Namun, realiti menunjukkan bahwa dakwah Nabi saw. juga merupakan dakwah yang bersifat politik. Lantas, bagaimana duduk perkaranya?
Sebelum berbicara lebih jauh tentang hal tersebut, penting difahami apa yang disebut politik. Memang, politik dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun, bagaimanapun ia didefinisikan, satu hal sudah pasti, bahawa politik menyangkut kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan. Dalam pengertian sehari-hari, politik juga berhubungan dengan cara dan proses pengelolaan pemerintahan suatu negara (Amien Rais, Cakrawala Islam, hlm. 27).

Dalam sistem sekular, politik lebih didasarkan pada politik Machiavellis yang ditulis dalam buku The Prince. Machiavelli mengajarkan bahwa: 
(1) kekerasan (violence), brutal dan kekejaman merupakan cara yang diperlukan penguasa; 
(2) penaklukan total atas musuh-musuh politik dinilai sebagai kebajikan puncak (summum bonum);
(3) dalam menjalankan kehidupan politik seseorang harus dapat bermain seperti binatang buas. Kerananya, praktik politik sistem sekular merupakan homo homini lupus; manusia menjadi serigala terhadap manusia yang lain. Slogannya pun adalah, “Kiranya dapat diterima akal bila demi tuntutan profesionalnya, seorang soldadu harus membunuh dan seorang politikus harus menipu” (It is thought that by the necessities of his profession a soldier must kill and politici on lie).

Fakta politik seperti inilah yang menjadikan sebagian kalangan Muslim tertipu hingga menyimpulkan bahwa politik itu kotor. Karenanya, Islam tidak boleh mencampuri politik; Islam harus dipisahkan dari politik. Dakwah Nabi saw. pun didudukkan sebagai dakwah spiritualitas dan moral belaka, bukan dakwah yang bersifat politik.

Islam berbeza dengan itu. Politik dalam bahasa Arab dikenali dengan istilah siyâsah, ertinya: mengurusi urusan, melarang, memerintah (Kamus al-Muhîth, dalam kata kunci sâsa). Nabi saw. menggunakan istilah politik (siyâsah) dalam salah satu hadisnya: 

«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاََ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ»
Bani Israil itu diurusi urusannya oleh para nabi (tasûsu hum al-anbiyâ’). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak khalifah. (HR Muslim). 

Jadi, politik ertinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik bererti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka. Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam (MR Kurnia; Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf, hlm. 33-38).

Islam: Gerakan Keagamaan dan Politik

Sebagai gerakan keagamaan, Islam sudah disepakati oleh semua kalangan. Ertinya, Islam merupakan ajaran ritual, spiritual dan moral. Islam mengandung ajaran ritual seperti solat, zikir, puasa, dll. Islam juga mengajarkan spiritual dan moral seperti sabar, tawaduk, istiqamah, berpegang pada kebenaran, amanah, dll. 

Siapapun yang menelaah sirah Nabi saw., baik yang ada dalam as-Sunnah mahupun al-Quran akan menyimpulkan, bahwa dakwah yang dilakukan oleh Baginda dan para Sahabat, selain bersifat ritual, spiritual dan moral, juga merupakan dakwah yang bersifat politik. Di antara hal-hal yang menunjukkan hal tersebut adalah:  

Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul, Muhammad ber-tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah, Baginda langsung diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah masyarakat mulai dari keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi saw. pun menyebarkan dakwah di tengah-tengah mereka. Baginda bergerak ke masyarakat.

Kedua, Rasulullah saw. melakukan pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi saw. Memproklamirkan: Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûlullâh. Dengan syahadat tersebut bererti tidak ada yang wajib disembah, diibadahi dan dipatuhi selain Allah. Menaati Allah haruslah dengan mengikuti utusan-Nya, Muhammad saw. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran terhadap thâghût serta keimanan kepada Allah dan Rasul. Ini merupakan deklarasi politik. Karenanya, dapat difahami mengapa Abu Jahal dan Abu Lahab, misalnya, tidak mau mengucapkannya. Bukan tidak boleh, melainkan mereka tahu apa isi kandungan dan konsekuensinya: kekuasaan mereka untuk menetapkan hukum hilang; hak mereka menetapkan baik-buruk, benar-salah, dan terpuji-tercela yang selama ini mereka miliki pun tidak ada lagi. Semuanya harus ditetapkan oleh wahyu.

Ketiga, dakwah Nabi saw. menyerukan pengurusan masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada Allah, dll. Ratusan ayat berbicara tentang Hari Kiamat (kebangkitan manusia dari kubur, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pahala dan dosa, syurga dan neraka, dll); tentang pengaturan terkait akhirat seperti nasihat dan bimbingan, membangkitkan rasa takut terhadap azab Allah, serta memberikan semangat untuk terus beramal demi menggapai redha-Nya.
Selain itu, ratusan ayat al-Quran dan hadith di Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di dunia. Misalnya jual-beli, sewa-menyewa, wasiat, waris, nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai seutama-utama jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada penguasa, pembunuhan, hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa yang didakwahkan Nabi saw. bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah Nabi saw. berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Ertinya, dilihat dari isinya dakwah Rasulullah saw. juga bersifat politik.

Keempat, Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran. Pemikiran dan pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritis. Terjadilah pergulatan pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang diterapkan di masyarakat pun berubah.

Rasulullah saw. dengan al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala, ketidakpercayaan akan Hari Kebangkitan, anggapan Nabi Isa as. sebagai anak Tuhan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi saw. Al-Quran mengabadikan hal ini:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi yang kuat) dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]:125). 

Jelas, ini merupakan aktiviti politik karena merupakan aktiviti ri‘âyah syu’ûn al-ummah, mengurusi urusan rakyat.

Kelima, para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat, kasar, menghambur fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah saw. dengan tegas menyerang mereka karena kesombongan dan penentangan mereka. Di antara pembesar yang diserang langsung oleh Baginda adalah Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil). Sementara itu, Walid bin Mughirah diserang dengan menyebutkan ciri, perilaku, dan tindakannya terhadap masyarakat. Misalnya, Nabi saw. menyerang Walid dengan ayat:

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ، هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ، مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ، عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ، أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ، إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ ءَايَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ، سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ
Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku (kasar), selain dari itu yang tidak diketahui siapa bapaknya karena dia mempunyai banyak harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami (Allah), ia berkata, “Ini adalah dongengan orang-orang terdahulu.” Kelak akan Kami beri tanda di belalainya (hidungnya). (QS al-Qalam [68]: 10-16).

Selain itu, Nabi saw. menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran terhadap tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-Anfal [8]: 30). Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah menghentikan kezaliman pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam sebagai keadilan yang menggantikannya.

Keenam, Nabi saw. menentang hubungan-hubungan rosak di masyarakat dan menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu, kecurangan dalam takaran dan timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam jual-beli. Rasulullah menentang keras sistem masyarakat seperti ini (QS al-Muthaffifin [83]: 1-6).

Sistem masyarakat yang diterapkan penguasa/pembesar kala itu membiarkan pembunuhan terhadap anak-anak karena takut miskin, khawatir tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul saw. justeru berteriak lantang bahawa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau menyerukan: tidak perlu takut dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur rezeki. Perzinaan pun bermaharajalela. Di tengah masyarakat yang mengagungkan pergaulan bebas itu, Nabi saw. mencela perzinaan. Beliau juga menentang keras pembunuhan yang ketika itu merupakan kebiasaan masyarakat yang dilegalkan oleh hukum penguasa. Perilaku para pembesar yang biasa mengambil harta anak yatim ditentang habis-habisan. Kebiasaan rakyat dan penguasa yang sering tidak memenuhi janji pun dilawannya; diluruskan. Lalu diserukan perubahan semua itu dengan syariah Islam (QS al-Isra’ [17]: 31-34).

Jelas, Rasulullah saw. bergerak di tengah masyarakat, membela kepentingan mereka, menentang aturan dan sistem yang rosak, serta mendakwahkan ajaran Islam sebagai gantinya. Semua ini merupakan aktiviti politik.

Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan institusi politik berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan masyarakat. Misalnya dalam bidang pendidikan Baginda menetapkan tebusan tawanan Perang Badar dengan mengajar baca-tulis kepada sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw. mengeluarkan kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi saw. pernah menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari). Baginda juga mengeluarkan kebijakan tentang pembahagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam mengurusi masalah rakyat.

Secara langsung, Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penulis (kâtib) setiap perjanjian dan kesepakatan, Harits bin Auf sebagai pemegang stempel kepala negara (berupa cincin) Nabi saw., Muaiqib bin Abi Fatimah sebagai pendata rampasan perang (ghanîmah), Hudzaifah bin Yaman sebagai kepala pusat statistik hasil buah-buahan di Yaman, dll.

Berdasarkan perilaku dakwah Nabi saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah, dakwah Baginda tidak sekadar mencakupi ritual, spiritual dan moral. Dakwah Baginda juga bersifat politik, yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Kerananya, dakwah Islam haruslah diarahkan seperti yang dilakukan Baginda. Politik tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari Islam. Tentu, sekali lagi, politik yang dimaksud bukanlah politik Machiavellis atau sekular.

Senario di Malaysia.

Dan saya tertanya-tanya, bagaimana boleh begini teruknya tanggapan sesetengah masyarakat di tanah air ini terhadap politik? Adakah kerana nagara umat Islam Malaysia ini mengamalkan politik sekular yang bersandarkan teori Machiavelli? Ungkapan paling senang untuk teori Machiavelli adalah, "niat menghalalkan cara"

Dan saya terus tertanya-tanya, siapa yang mewarnai dunia politik Malaysia sehingga keluarnya kenyataan "politic is dirt". Bukan itu sahaja, ramai lagi yang apabila ditanya tentang politik, masing-masing akan kata 'no komen', 'tak nak masuk campur', 'tak nak terlibat'............ Apakah punca keluarnya kenyataan seperti ini? Siapa punya angkara semua ini?

Bekerja di dunia pemasaran memberi saya peluang bertemu dengan sekian ramai orang. Dan baru-baru ini berpeluang berbual dengan seorang berpangkat pegawai di salah sebuah koperasi yang saya kira antara yang terulung. Ditubuhkan sekitar 1960an, ahlinya mencecah ribuan. Dalam perbualan yang hampir 2 jam itu, sempat juga puan itu ceritakan bagaimana bangun jatuhnya koperasi yang dia sangat setia padanya sejak seawal penubuhan sehingga kini. 

Mengejutkan, koperasi ini dianggotai juga oleh pak-pak menteri, malah diasaskan satu ketika dahulu juga oleh pak manteri, cuma kini pak-pak menteri ini tidak aktif, ahli kongsi tidur barangkali. Puan ini menceritakan bagaimana koperasi ini pernah terduduk jatuh akibat campurtangan politik, atau istilahnya 'tangan-tangan ghaib' yang senang-senang bawa keluar masuk duit. Selepas kejadian itu, kini koperasi ini 'silent' daripada sebarang aktiviti yang melibatkan politik.

Beberapa hari sebelum itu juga berpeluang bertemu dengan beberapa orang pegawai di PKNS. Sengaja menguji, apa pendapatnya setelah berpeluang bekerja di bawah dua payung 'kerajaan negeri'? Tanpa bersembunyi, mereka ini dengan jujurnya mengatakan lebih gembira dan senang dengan kerajaan Selangor kini. Kalau dahulu, terlalu banyak projek-projek hantu yang perlu diluluskan tanpa syarat, tangan-tangan ghaib yang menyeluk poket akaun, arahan-arahan diktator yang tak boleh dilawan, sehingga caca-marba, huru-hara, pening kepala. Bukan seorang pegawai, malahan hampir kebanyakannya yang saya temui di PKNS berkata begitu. Kini, semua itu tiada lagi. Cuma audit terlalu banyak, kerana 'telus' menjadi prinsip kerajaan negeri kini.

Petang itu, berbual pula dengan bos yang menceritakan bagaimana berbezanya layanan yang diterima ketika mengunjungi pejabat UMNO dan pejabat PKR. Di pejebat PKR, layanan diterima sungguh mesra, sehingga dato' sendiri yang menyerahkan dokumen yang diperlukan, malah berkesempantan melayan tetamunya. Berbeza denga pejabat UMNO, semua staff nya berwajah sombong, tapi akan berubah jadi sangat baik kalau kita hadir membawa 'hadiah'. Saya kira itu baru jumpa PKR, belum jumpa mentornya lagi. Cuma bezanya, pejabat PKR agak dhaif berbanding pejabat UMNO yang hampir serupa hotel. Nah, duit rakyat gak tu? Boleh guna untuk kepentingan parti ke?

Selain berurusan dengan pelanggan, saya juga perlu berurusan dengan para pembekal. Isu yang sama diutarakan oleh pembekal tanpa saya tanya, mereka lemas dan rimas untuk berurusan dengan orang politik. Benarlah, projek akan dapat banyak, tapi akhirnya 'tengkuk' dipegang, tak boleh kemana-mana. Duit pun kene banyak keluar, sponsor sana-sini, untuk kepentingan politiknya. Itu belum masuk bab 'mark up' khas yang akan masuk ke kocek si ahli politik. Rasuah lagi, hadiah lagi, entertain lagi..... adoi, sakit.......

Setelah lebih 50 tahun merdeka, inilah warna politik tanahair yang diwarnakan oleh parti pemerintah kerajaan pusat. Bukan bercakap kosong, tapi kalau anda nak tahu, pergilah tanya mereka-mereka ini sendiri.

Seorang sahabat yang bekerja di Petronas pernah bekata "kalau kita survey, ramai rakyat dah tukar pendirian, tapi peliknya, mengapa tidak diterjemahkan ke kertas undi".... Entahlah..............


e-man i-man


http://ameeratuljannah.wordpress.com/2007/07/24/gerakan-politik-rasulullah-saw/

Friday, December 31, 2010

"Adakah saya salah kerana saya seorang ahli politik DAP?"

Petang ini merupakan petang terakhir di tahun 2010. Tenang. Sedar tak sedar, lagi sepuluh tahun negara akan melangkah ke tahun 2020, suatu wawasan negara maju yang dibina di zaman Tun Dr Mahathir menjadi Perdana Menteri.


Saya sedang leka membaca halaman media alternatif elektronik. Paling saya gemar adalah malaysiakini.com yang saya kira antara media alternatif yang telus. Seronok dan berbangga membacaya kejayaan skuad Harimau Malaya memenangi Piala AFF Suzuki. Tiba-tiba, "hah, timbul lagi isu ini" hati saya berkata perlahan. 


Pakaian beginikah dikatakan tidak sopan bagi seorang non-muslim?
Atau tudung selempang 'merah'kah yang paling sopan?
Teoh Nie Ching, pada saya tidak perlu diperkenalkan lagi. Pernah menggemparkan seluruh Malaysia pada Ramadhan yang lepas dengan kes masuk ke ruang hadapan surau dalam keadaan tidak sopan serta memberi 'tazkirah'. Tak dapat tertahan, saya tergelak kecil. Begitu dangkalnya pemikiran penulis berita yang menulis Teoh Nie Ching sampaikan 'tazkirah'. Apakah si penulis tidak tahu membezakan antara 'tazkirah' dengan ucapan? Atau si penulis yang beragama Islam itu  tidak pernah mendengar 'tazkirah'? Dan hanya sibuk mencari apa makna 'tazkirah' semata-mata untuk tujuan sedapkan berita? Atau tujuan politik? Hahaha...


Kali ini Teoh Nie Ching bikin gempar lagi. Bertempat di Masjid Taman Cheras Jaya, Balakong, baru-baru ini telah dianjurkan Karnival Maal Hijrah. Untuk sama-sama meraikannya bersama non-Muslim, satu aktiviti senamrobik telah dilaksanakan. Diulas dalam sebuah blog picisan, ruangbicarafaisal.blogspot.com,  menyatakan ;


"Jika dulu , dia masuk ke dalam surau, sekarang dia masuk ke dalam perkarangan masjid pula dengan memakai baju ketat yang menonjolkan susuk buah dada dan bersenamrobik bersama-sama lelaki di dalam pagar masjid"


Blogger tersebut turut mempersoalkan tentang perbezaan pendekatan antara Islam yang dibawa oleh PAS Kelantan dengan PAS negeri-negeri lain. Katanya ;


Apakah islam yang diperjuangkan Pas berbeza di setiap negeri ?

Di Kelantan, kaunter bayaran di pasaraya diasingkan antara wanita dan lelaki. Tidak cukup dengan itu , tempat duduk lelaki dan wanita juga diasingkan dalam majlis-majlis rasmi. Manakala sukan pula diadakan sukan khas untuk wanita. Tidak cukup lagi dengan itu, konsert atau persembahan artis wanita pula, hanya kaum wanita sahaja yang boleh menontonnya.

Akan tetapi 'fatwa' Pas di Selangor berbeza. Lelaki dan wanita dibenarkan bersenamrobik bersama dalam kawasan masjid tanpa sebarang pengasingan.



Sebenarnya saya masih menanti ulasan ilmiah para ulama' bebas dan tak bebas seperti Dr MAZA, Dato' Harussani dan sebagainya. Sambil menunggu dan terus menunggu, saya teringat kejadian yang saya lalui beberapa minggu lepas.


Kira-kira dua minggu lepas saya telah berpeluang menunaikan solat Zohor di Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah, atau saya lebih suka gelar Masjid Shah Alam. Ini bukan kali pertama, tapi dah entah ke barapa ratus kali. Al-maklum, saya dibesarkan di negeri maju ini, Selangor.


Melangkah masuk ke ruang solat,  hadir perasaan sangat kagum dan teruja melihat begitu ramai anak-anak daripada usia kanak-kanak sehingga remaja hadir memenuhkan saff Solat Zohor. Walaupun kehadiran mereka sebenarnya adalah mengikuti program daurah sebulan yang dianjurkan oleh pihak masjid, namun saya yakin bahawa anak-anak yang diperkenalkan untuk mencintai masjid inilah penggerak perjuangan Islam satu hari nanti. Takbir dilaungkan imam, solat dimulakan, berjemaah.


Seusai solat, saya duduk sebentar di salah satu sudut tiang masjid, sambil mengalunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Tiba-tiba terlihat seorang lelaki yang saya kira bukan Melayu, berbaju tanpa lengan, berseluar paras lutut dan bertopi dengan slumbernya masuk ke ruang solat utama. Saya toleh ke ruang duduk jaga, patutlah, kosong. Lelaki itu tadi terus ke tengah ruang solat, mengambil gambar dan kemudian berbaring. Beberapa minit kemudian dengan laju seorang jaga muncul dari arah timur masjid menegur perbuatannya yang berbaring itu. Lalu lelaki itu menukar posisi baringnya kepada duduk. Abang jaga terus berlalu meninggalkan lelaki tersebut, dan saya tergamam, itu sahajakah?


Abang jaga kembali ke ruang duduknya sambil bercakap-cakap dengan seseorang di hujung talian walkie-talkienya. Saya cuba mendengarnya. Antara yang dapat didengari, mereka mempersoalkan bahawa lelaki itu Melayu atau tidak, Islam atau tidak. Satu info diperolehi, mungkin daripada pakcik jaga yang bertugas di pintu masuk masjid, lelaki itu bukan Islam dan bukan Melayu, malah orang dari negara Jepun. Dengan pantas si abang jaga merapati lelaki berkenaan dan membawanya keluar. Lelaki berbangsa Jepun itu pun menurut dan mengmbil posisi baringnya semula di ruang legar masjid. Tidak mengapa, ruang legar masjid ini juga selesa.
Si lelaki Jepun beralih untuk berehat di ruang legar masjid


Saya tidak gemar dengan apa yang berlaku. Abang jaga hanya mengusir si lelaki Jepun itu setelah mengetahui bahawa dia bukan lelaki Melayu Islam. Mengapa sedari awal tidak arahkan dia keluar daripada ruang solat sementelah pakaiannya sungguh tidak sopan dan hampir membuka aurat (seluar paras lutut bagi lelaki saya tidak pasti sama ada membuka aurat atau masih menutup aurat). Pada saya, lelaki berkenaan tidak perlu dihantar keluar atas sebab bukan Melayu dan bukan Islam, tetapi atas dua sebab:


1. Keadaan pakaiannya yang tidak sopan dan hampir membuka aurat
2. Aktivitinya di ruang solat masjid adalah aktiviti tidak beradab iaitu berbaring


Saya kira, jika orang Melayu Islam sekalipun melakukan dua kesalahan di atas, orang Melayu Islam berkenaan lebih berhak dihalau dari ruang solat masjid, walaupun dengan niat suci, memberi sumbangan derma fakir miskin.


Saya memetik fatwa daripada Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan yang berbunyi;


Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia Kali Ke-90 yang bersidang pada 1 Mac 2010 telah membincangkan Hukum Pelancong Bukan Islam Memasuki Masjid Dan Ruang Solat Utama Di Dalam Masjid.

Muzakarah telah memutuskan bahawa pelancong bukan Islam diharuskan memasuki masjid dan ruang solat dengan syarat mendapat keizinan pihak pengurusan masjid dan perlakuan serta tingkah laku mereka tidak mencemarkan kesucian masjid dan sentiasa terkawal dan beradab.

Walaubagaimanapun, perbuatan berdoa atau bertafakur oleh pelancong bukan Islam mengikut cara agama mereka dalam keadaan yang boleh menimbulkan fitnah adalah dilarang.

Keterangan/Hujah:

1. Dalam hal-hal yang berkaitan ibadah, sensitiviti umat Islam sangat tinggi dan nilai-nilai ta'abbudi amat dititikberatkan oleh masyarakat Islam.

2. Umat Islam dibenarkan melakukan ibadah sembahyang walaupun di dalam gereja kerana Saidina Umar al-Khattab pernah melakukannya. Umat Islam perlu bersikap tasamuh dan tidak terlalu rigid dalam membenarkan orang bukan Islam mendekati masjid.

3. Keindahan Islam boleh ditunjukkan kepada orang bukan Islam melalui lawatan mereka ke masjid-masjid selaras dengan peraturan dan garis panduan yang telah ditetapkan oleh pengurusan masjid.

4. Sikap membenarkan orang bukan Islam memasuki masjid tidak boleh disamakan dengan sikap tidak membenarkan penggunaan kalimah Allah oleh Kristian kerana konsepnya adalah berbeza.



Berbalik kepada isu Teoh Nie Ching yang bersenamrobik di dalam kawasan pagar masjid. Mungkin saya bersetuju bahawa pemakaiannya agak mencolok mata. Tetapi untuk menghentamnya secara terbuka di media saya kira adalah tidak sesuai. Kita perlu tunjukkan hemah dalam berdakwah. Islam perlu diperkenalkan sedikit demi sedikit. 




Walaupun begitu apa yang haram tetap haram. Sedikit demi sedikit bukan bererti membolehkan wanita Islam yang tahu hukum dan aurat mendedahkan rambut dan memperagakan sebahagian daripada tubuh badan. Pendidikan Islam diajar sejak sekolah rendah dan generasi anak muda kini sekurang-kurangnya pernah mendapat pendidikan formal sehingga tingkatan lima. Justeru adalah mustahil untuk mengatakan wanita Islam yang belum bertudung, belum dapat seru.  Walaubagaimanapun, untuk berhadapan dan berdakwah dengan seorang non-Muslim tegar seperti Teoh Nie Ching dan Teressa Kok, pendekatannya perlu berlainan. Kaedah fiqh perlu digunakan. Itupun kalau ada niat dakwahlah. Politik-politik juga...


Berkenaan tulisan Blogger ruangbicarafaisal yang mengatakan berlakunya percampuran lelaki dan perempuan, saya kira ianya tidak berlaku. Senamrobik ini dilaksanakan di atas jalan dalam kawasan masjid yang sempit. Jelas sekali ruangan bagi lelaki adalah di sebelah kiri dan ruangan bagi wanita adalah di sebelah kanan dan belakang. Percampuran tidak berlaku tetapi dengan jarak pemisahan yang kecil kerana ruang yang sempit.


Untuk membicarakan pendekatan Islam di setiap negeri, saya kira ini perlu dipulangkan kepada  kerajaan. Bukankah pengutkasaan Islam dipisahkan di setiap negeri di bawah jabatan dan majlis agama Islam negeri masing-masing? Justeru, kenapa perlu persoalkan pendekatan Islam di setiap negeri? Bukan inikah yang dimahukan?


Saya kira ini satu contoh politik dengan menggunakan isu agama dan perkauman. Apa salah sekiranya tanya dahulu kepada jawatankuasa masjid berkenaan, apa yang dah berlaku. Mungkin mereka terlebih dahulu telah memberi tazkirah kepada Teoh tentang pemakaiannya. Mungkin sahaja.... 


Wah, alimnya... kiri lelaki, kanan perempuan, depan jantan, belakang betina.
Tutup aurat pulak tu, sampai berlekuk-lekuk.... 


Cuba kita perhatikan petikan kata-kata Teoh ini seperti yang dilaporkan oleh malaysiakini.com

"Sudah banyak kali saya lihat orang bukan Islam menghadiri majlis hari raya Aidilfitri di perkarangan masjid. Jadi, apa kesalahan saya untuk menghadiri majlis-majlis yang dianjurkan di perkarangan surau ataupun masjid apabila dijemput?"


"Adakah saya salah kerana saya memang telah melanggar ajaran Islam? Ataupun sebab saya seorang ahli politik DAP?"


Justeru, janganlah kita menjadi salah seorang yang menghalang turunnya hidayah Allah SWT. Kepada Blogger ruangbicarafaisal, daripada tulisan dan komen dalam blog anda pun sudah menampakkan bagaimana akhlak anda. Semoga Allah campakkan hidayah ke hati anda.


E-man I-man


http://www.malaysiakini.com/news/152046
http://ruangbicarafaisal.blogspot.com/2010/12/ahli-parlimen-serdang-buat-hal-di.html
http://siswariyadh.blogspot.com/2010/08/muzakarah-fatwa-kebangsaan-mengenai.html

Saturday, December 18, 2010

Rakyat 1 MALAYSIA memang BODOH !!!!

Menyelak-nyelak status facebook tahun 2010 yang berjumlah 28 halaman. Mungkin tidak banyak sangat berbanding seorang sahabat yang berbangga dengan jumlah halaman statusnya menjangkau 58 halaman, lalu saya gelarkannya sebagai 'Raja Status'.. Ada juga seorang sahabat yang lebih kurang sama jumlah halamannya seperti saya tetapi berazam untuk mengurangkannya pada tahun depan, katanya mahu tumpukan pada blog.. Macam-macam... Saya? Saya tak kisah. Pada saya asal yang bermanfaat untuk saya dan semua, itu lebih bagus.


Mata terpahat pada satu status bertarikh 21 April 2010.


"menunggu lampu trafik bertukar hijau sambil berzikir kecil dalam hati.... dan lampu bertukar hijau akhirnya. menekan pedal gear, gear 1 dimasukkan. mula memulas minyak... tiba-tiba.... sebungkus makanan ringan atau lebih tepatnya sampah (tinggal bungkusan je) terkeluar daripada tingkap kereta di hadapan. di sisi lain pula puntung rokok dicampakkan keluar... tiada sivik!    RAKYAT 1 MALAYSIA MEMANG BODOH!!!!"


Terkesima seketika. Agak keras kata-kata di status ini. Bagaimanapun, bagai telah terancang, terbaca semula status ini ketika baru mengalami semula kejadian yang hampir sama.


Beberapa hari yang lepas, memandu ke Puchong Perdana. Hasrat hendak mencari kedai makan untuk berbuka puasa sunat 10 Muharram. Simpang masuk ke Puchong Perdana memang terkenal dengan kesesakan trafik. Terpaksalah beratur menunggu giliran lampu hijau untuk membelok masuk. Ketika perut berkeroncong syahdu, ketika mata semakin sayu, ketika sabar semakin menipis, dan ketika itu jugalah tiba-tiba seorang gadis berbangsa Cina barangkali membuka pintu keretanya dan mengeluarkan segugus azimat berupa kertas tisu. Aduh... Sempat saya merakamkan gambar menggunakan 'handphone' syarikat.


Mengapakah ini berlaku? Di mana letaknya kesedaran sivik kita? Apabila rakyat hilang pedoman, di mana silapnya? Adakah jari perlu dituding kepada sistem pendidikan negara?


Saya pernah mengajar di sebuah sekolah menengah di Johor, mengambil skim kumpulan guru simpanan kebangsaan. Salah satu subjek yang perlu saya ajarkan adalah Pendidikan Sivik. Secara terus terang saya tidak tahu bagaimana mahu mengajar subjek ini, terutama kepada pelajar-pelajar kelas hujung yang banyak nakalnya, kurang fahamnya. Buntu, lalu bertanya kepada guru-guru yang saya bahasakan kakak. Terkejut juga dengan jawapan mereka "entah lah dik, kami pun dah bertahun-tahun tak tahu macam mana nak ajar subjek ni?" Terfikir sejenak, bagaimana mahu menyedarkan pelajar kalau guru-guru pun ambil endah tak endah. Namun, nak salahkah guru seratus peratus pun tak boleh. Buku teks Pendidikan Sivik peringkat menengah saya kira sangat keanak-anakan. Sudah seperti buku bacaan kanak-kanak tadika. Justeru, memang patutlah guru-guru ini tidak tahu bagaimana mahu mengajar.


Saya kira rakyat 1 Malaysia belum bersedia untuk melangkah menuju negara maju, masih janggal dengan apa yang dikatakan bandar, apalagi metropolitan. Masih kekampungan, atau lebih tepat kehutanan, yang hanya layak berkawan dengan sang beruk. Cubalah ziarah ke negara jiran yang setambak, Singapura. Mak saya selalu kata, "kalau nak cari walau sekuis habuk rokok pun di Singapura, bercinta!" Bercinta di sini membawa maksud sangat susah, hampir mustahil. Tapi di seberang tambak sini.... hahaha....


Pernah tak melihat timbunan sampah di bawah papan tanda yang berbunyi lebih kurang "Dilarang membuang sampah di sini, denda RM bla bla bla...." ?.... Itulah akhlak rakyat 1 Malaysia.


Meneliti dua konsep, 1 Malaysia dan Islam Hadhari. Kadang-kadang saya terfikir lebih baik pembawakan prinsip Islam Hadhari... Wallahualam.


E-man I-man




http://www.kpkk.gov.my/pdf/Booklet_1Malaysia.pdf
http://www.scribd.com/doc/11607708/10-Prinsip-Islam-Hadhari

Friday, December 10, 2010

'SETEL' = azam tahun baru



Menerima sms daripada seorang sahabat,


"Ana ingat anta tulis yang enta dah 'setel'.... berderau darah... hehe......"


Saya tersenyum. Siapa yang tak mahu 'setel'? Siapa yang tidak mahu bahagia? Lelaki mana yang tidak mahu melengkapkan agamanya? Siapakah yang mahu menyeka ayat-ayat Allah dalam firman-Nya


"Dan kahwinkanlah orang-orang yang sendirian (bujang) di antara kamu”. (Surah al-Nuur: 32)


“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)”. (Surah al-Furqaan: 74)


serta hadis-hadis Nabi SAW


“Nikah adalah sunnahku (jalan agamaku), maka barangsiapa yang cintakan agamaku hendaklah dia menjalankan sunahku itu”. (Riwayat Abu Ya’la dari Ibnu Abbas r.a)


“Barangsiapa yang tidak beristeri kerana takutkan kepapaan maka dia bukan dari golongan kami”. (Hadis Dho’if riwayat Abu Mansur al-Dailami dari Abu Said)


Dari Aisyah r.a. dari Rasulullah s.a.w., baginda telah bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai keluasan rezeki hendaklah berkahwin”. (Hadis Dha’if riwayat Ibnu Majah)


Begitu juga para sahabat pernah mengungkapkan, antaranya


Saidina Umar al-Khatab r.a pernah berkata:
“Tiada yang menghalang perkhawinan itu kecuali oleh orang yang lemah dan yang membuat maksiat.” 


Saidina Abbas r.a. berkata:


“Tidak sempurna ibadat seseorang yang mengerjakan ibadat sehingga dia berkahwin.” 






Sewaktu wabak taun melanda negeri Mesir, dua orang isteri saidina Mua’z telah meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Dan ketika beliau sendiri diserang taun, katanya 



“Kahwinkanlah aku. Aku tidak suka menemui Allah s.w.t. dalam keadaan aku bujang.“




Saidina Umar al-Khatab r.a. adalah antara sahabat yang banyak berkahwin. Katanya: 

“Aku tidak berkahwin kecuali untuk menghasilkan anak.”




Maka siapakah yang mahu mengingkari ini semua?


Ops, kepada mereka yang belum mengerti, istilah setel adalah istilah yang sering digunakan oleh kami sesama sahabat yang membawa maksud sudah berjumpa bakal isteri / suami, atau dengan kata lainnya bertunang yang kadang-kala tanpa cincin dan tanpa ibu bapa. Walaupun tanpa ibu bapa, ada perantara yang digunakan yang biasanya merupakan seorang ustaz atau ustazah, atau dari kalangan senior yang sudah berumah tangga. Proses ini digelar sebagai proses Baitul Muslim. Sepanjang proses Baitul Muslim berjalan, terdapat beberapa adab yang perlu dijaga termasuklah tidak boleh berhubungan dengan pasangan sesuka hati melainkan urusan kerja atau komitmen organisasi dan seumpamanya. Terdapat proses-proses Taaruf atau kenal pasangan dengan turut dihadiri oleh perantara. Selepas melalui Taaruf demi Taaruf, sesudah dimeterai perjanjian bila akan bersatu sebagai suami isteri, setelah keluarga kedua-dua belah pihak dimaklumi dan tiada bantahan, tatkala itulah seseorang itu boleh diberi status 'setel'.


"Bagaimana mahu memulakan proses Baitul Muslim?" - Mungkin itu yang bermain di minda semua. 


Apabila sudah hadir seru, maka seseorang itu akan terasa untuk mula mencari-cari siapakah dia yang Allah takdirkan untuk menjadi pasangan sehidup sematinya, sedunia dan seakhiratnya. Rasa itu bukan rasa untuk bercinta, tetapi rasa untuk memberi komitmen kepada dunia percintaan. Rasa itu bukan rasa untuk ber'couple', tetapi rasa untuk melangkah ke alam tanggung jawab berkeluarga. Rasa itu adalah bukan satu seruan ke arah menghampiri zina, tetapi satu seru untuk menghalalkan di sisi Allah apa yang selama ini haram. Rasa itu bukan untuk satu jangka masa singkat, tapi untuk kekal selama-lamanya.


Maka bila rasa itu tiba, proses pertama pada kebiasaanya adalah mencari seseorang untuk menjadi perantara. Lazimnya, perantara adalah orang yang sungguh-sungguh kita hormati dan tidak segan untuk berkongsi dengannya. Boleh jadi ayah, emak, abang, kakak, pakcik, dan makcik. Walaupun begitu, bagi mereka yang jauh daripada keluarga, atau yang segan dengan keluarga sendiri, pilihan perantara juga boleh terdiri daripada kalangan sahabat yang lebih tua, sudah berumah tangga dan yang paling penting bukan seorang yang fasik serta mendorong ke arah melakukan kefasikan. Boleh jadi seorang ustaz atau ustazah.


Jika rasa itu tadi hadirnya bersama dengan seseorang yang telah berkenan di hati, maka nama dan maklumat si dia bolehlah diajukan kepada perantara. Namun ada sesetengah kes yang rasa itu hadir tanpa ada siapa orangnya. Walaupun begitu bayang-bayang ciri-ciri idaman itu ada. Justeru kes sebegini juga boleh dirujuk kepada perantara. Perantara akan cuba menyatukannya dengan kenalan-kanalan yang sekufu dengan pemohon. Sepanjang proses 'matching' oleh perantara, hubungan dengan Allah perlulah dijaga. Solat malam perlu dikerapkan.


Setiba di satu peringkat apabila kedua-dua pihak bersetuju, maka proses Taaruf akan berjalan. Tentu ada yang pernah membaca novel atau menonton filem Ayat-ayat Cinta, seumpama itulah proses Taaruf. Cuma lazimnya proses Taaruf bukan sekali, malah berperingkat-peringkat, tidak semudah Ayat-ayat Cinta. Di antara peringkat demi peringkat biasanya ditetapkan tempoh dan keperluan-keperluan yang perlu dibuat seperti Solat Istikharah, dapatkan restu keluarga untuk berumah tangga, tentukan perancangan dan haluan hidup untuk 5 tahun ke hadapan, rancangkan tarikh pernikahan dan sebagainya. Sepanjang tempoh ini juga, bukan semestinya akan bersatu di hujungnya. Kadang-kadang selepas Taaruf demi Taaruf, baru dikenali hati budi yang tidak sesuai bersama dan rela melepasi antara satu sama lain. Dengan cara begini, maruah terutama seorang Muslimah akan terjaga walaupun selepas putus tunang. Si Muslimah berkenaan belum sempat untuk dipeluk-peluk, dipimpin tangan dan sebagainya. 


Kalau diperhatikan, proses Baitul Muslim ini mendidik jiwa untuk mencintai Allah dahulu sebelum mencintai pasangan kita. Alangkah indahnya Islam. Alangkah bagusnya proses Baitul Muslim. Alangkah manisnya perhubungan dan pernikahan mengikut syariat. Alangkah baiknya sekiranya semuanya berjalan lancar...


Betul, banyak perkara yang perlu dipertimbangkan sebelum berkahwin. Kewangan, kematangan, panas baran  dan sebagainya. Belum bersedia? Justeru kenapa ber'couple'? Belum sedia buatlah cara belum sedia... Mungkin hadis nabi ini boleh membantu.


Barangsiapa di antara kamu yang berkemampuan mengeluarkan belanja perkahwinan, maka hendaklah dia berkahwin kerana perkara ini akan memejamkan mata dari melihat perempuan ajnabi dan akan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang ketiadaan belanja perkahwinan, maka hendaklah dia berpuasa. Maka bahawasanya puasa itu melemahkan syahwat jimak. (Hadis yang disepakati oleh ali Hadis)


Sempena Maal Hijrah 1432 H dan tahun baru 2011 yang akan datang tak lama lagi, mungkin kita boleh jadikan 'setel' sebagai satu azam. 'Setel' yang bagaimana? Tepuk dada tanya iman.


Saya membalas sms sahabat tadi,


"Tunggu je pengumuman untuk menderaukan darah enta..... hahaha...."




Eman Iman




http://blog.mfadhlan.com/?tag=dalil-perkahwinan
http://chulan-chin.blog.friendster.com/tag/baitul-muslim/